Sejarah masuknya Islam di Indonesia dan Perkembangannya

BAB I

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan Islam 

Sebelum kedatangan Islam pada abad XV dan XVI di wilayah Nusantara terjadi perubahan sosial yang luar biasa. Perubahan sosial itu terjadi disebabkan oleh persebaran agama Islam beserta sistem politiknya yang ditandai dengan adanya perubahan keyakinan keagamaan dari masa kejayaan Hindu-Budha ke masa perkembangan agama Islam. Pada saat bersamaan bermunculan kerajaan-kerajaan Islam menggantikan posisi kerajaan Hindu-Budha. Perubahan-perubahan tersebut dilatarbelakangi berbagai faktor diantaranya letak geografis, keyakinan masyarakat, perekonomian, pemerintahan dan kesenian dan sastra. Gambaran situasi dan kondisi wilayah Indonesia sebelum kedatangan agama Islam antara lain: 

B. Jalur Masuknya Islam di Indonesia

Membaca sejarah peradaban bangsa Indonesia yang berkaitan masuknya Islam yang dikemukakan para ahli, tidak bisa dipisahkan dari istilah Nusantara untuk menyebut wilayah Indonesia. Penyebaran agama Islam di Indonesia pada umumnya berlangsung melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang Asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di satu wilayah Indonesia melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Setidaktidaknya ada empat teori tentang islamisasi awal di Indonesia, yaitu teori India, teori Arab, teori Persia, dan teori Cina.

1.      Teori India 

Teori ini dikemukan oleh Pijnappel, Moquette, Fatimi dan seorang orientalis Belanda yang meneliti tentang Islam di Indonesia bernama Snouck Hurgronje. Ia menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi yang dibawa oleh para pedagang dari Cambay, Gujarat, India. Memang sebagian besar sejarahwan asal Belanda, memegang teori bahwa Islam di Indonesia berasal dari Anak Benua India. Sementara seorang ilmuwan Barat Pijnappel yang mengkaitkan asal mula Islam di Indonesia dengan daerah Gujarat dan Malabar.

Jan Pijnappel (w.1901 M) adalah seorang orientalis dari Universitas Leiden Belanda yang fokus pada manuskrip Melayu. Dia menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia lewat pedagang dari Gujarat. Penjelasan ini didasarkan pada seringnya kedua wilayah India dan Indonesia ini disebut dalam sejarah Nusantara klasik.

Sedangkan menurut Maquette ada hubungan antara Gujarat dan Indonesia, dengan alasan bahwa batu nisan makam Raja Malik Al-Saleh yang merupakan raja kerajaan Samudera Pasai Aceh, bertuliskan angka tahun 686H/1297 M dengan menggunakan nisan yang berasal dari Gujarat India. Selain itu batu nisan yang terdapat di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, juga  menunjukkan hal yang sama. Kedua batu nisan tersebut memiliki persamaan bentuk dengan batu nisan yang terdapat di Cambay Gujarat India.

 

2.      Teori Arab 

Teori ini di kemukakan oleh Sir Thomas Arnold, ia berpandangan bahwa, para pedagang Arab telah menyebarkan Islam ketika mereka menguasai secara dominan perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan 8 Masehi. Meskipun tidak terdapat catatan-catatan sejarah tentang kegiatan mereka dalam penyebaran Islam, namun ia berasumsi bahwa mereka juga terlibat dalam penyebaran Islam kepada penduduk lokal di Indonesia. 

Dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia Teori ini mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia secara langsung dari Arab, tidak melalui perantara bangsa lain. Beberapa bukti sejarah dikemukakan untuk menguatkan teori ini. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Makkah (Arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7. Salah satu sejarawan yang mendukung teori ini ialah Prof. Hamka. Dia menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (abad ke 7-8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di China (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara, dan Bani Umayyah di Asia Barat. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam.

Sejarawan lain juga mendukung teori Arab adalah Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, Azyumardi Azra dan lain-lain. Selain informasi tersebut, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa ditemukannya adaptasi lain yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah atas pengaruh bangsa Arab ini. Misalnya dari segi bahasa dan tradisi, seperti pada kata dan tradisi bersila yang sering dilakukan oleh bangsa Indonesia yang merupakan tradisi yang dilakukan oleh bangsa Arab atau Persia yang egaliter. Disamping alasan di atas, makam Fatimah Binti Maimun di Leran Jawa Timur semakin menguatkan teori ini. Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M).

Azyumardi Azra menambahkan, Islam datang di Indonesia pada abad ke-7 M, namun baru dianut secara terbatas oleh para pedagang Arab yang berdagang di Indonesia, dan baru mulai tersebar dan dianut oleh masyarakat Indonesia pada abad ke-12, yang disebarkan oleh para sufi pengembara yang berasal dari Arab. Alasan ini dikuatkan oleh corak Islam awal yang dianut oleh masyarakat Indonesia adalah Islam bercorak sufistik, karena pada masa al-Ghazali (Dinasti Abbasiyah) muncul sufi-sufi pengembara yang bertujuan untuk menyebarkan Islam tanpa pamrih, maka sufi-sufi inilah yang disinyalir datang dan menyebarkan Islam di Indonesia.

3.      Teori Persia 

Sejarawan Hoesein Djajaningrat adalah orang yang mengemukakan teori ini. Dalam Teori ini dinyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke13 M di Sumatra yang berpusat di Samudra Pasai. Teori Persia lebih menitik beratkan tinjauannya pada aspek persamaan kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia dengan Persia. Bukti-bukti persamaan tersebut di antaranya: 

a. Adanya peringatan 10 Muharram atau ‘Asyura atas meninggalnya Husein cucu Nabi Muhammad Saw. di Karbala, yang sangat dijunjung oleh kaum muslim Syiah di Iran (Persia). Di Sumatra Barat, peringatan tersebut disebut dengan upacara keranda Tabut yaitu mengarak keranda yang diatas namakan keranda Husain dan disebut ‘keranda Tabut’ untuk dilempar di sungai. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan Bubur Syuro.

b. Adanya kesamaan konsep ajaran sufisme yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan Al-Hallaj, seorang sufi besar dari Persia.

c. Penggunaan istilah bahasa Iran (Persia) dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat. Contoh Jabar – fathah, jer – kasrah, p’es - dhammah

d. Adanya persamaan batu nisan Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 M di Gresik dan Malik Al Shalih 1297 M di Pasai yang berasal dari Gujarat. 

Berdasarkan hal tersebut Hoesein Djajaningrat berpendapat bahwa Gujarat merupakan daerah yang mendapat pengaruh dari Persia yang menganut faham Syiah dan dibawa ke Indonesia.

 

4.      Teori China 

Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Jawa dan Sumatra) berasal dari para perantau China. Menurut teori ini, orang China telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis China atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di China pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto al-Qurtuby dalam bukunya Arus China-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik (sumber luar negeri) pada masa Dinasti Tang (618960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dan pesisir China bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.Teori China didasarkan pada sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat). Bahkan menurut sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Fatah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan China. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, China bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).

 

Pada dasarnya semua teori memiliki kelebihan dan kelemahan tidak ada kebenaran yang mutlak dari landasan teori-teori tersebut. Namun hal yang sangat penting bahwa Islam tersebar di negeri Indonesia tidak dengan jalan kekerasan melainkan dakwah dengan hikmah, nasehat yang baik.

 

B.     Strategi Dakwah Islam di Indonesia

Masyarakat Asia Tenggara telah mempunyai peradaban yang tinggi sebelum kedatangan Islam. Hal demikian dikarenakan kawasan Asia Tenggara terdiri dari negara-negara yang memiliki kesamaan budaya dan agama. Negara-negara ini, termasuk Indonesia telah memiliki kontak dengan peradaban bangsa India dan Cina. Tidak hanya dalam aspek peradabannya saja, tetapi juga adat istiadat, agama dan kepercayaan. 

Agama Islam tersebar di seluruh wilayah Indonesia secara periodik, bertahap dan dengan strategi dakwah yang damai, menyesuaikan diri terhadap adat istiadat penduduk tanpa paksaan dan kekerasan. Strategi penyebaran agama Islam dilakukan dalam berbagai media atau jalan, baik melalui perdagangan, pernikahan, pendidikan, ajaran sufi juga melalui kesenian. Hal inilah yang menyebabkan agama Islam mudah diterima, faktor lain adalah agama Islam memberi penghargaan pada sesama manusia dengan tidak membedakan harkat derajat dan martabat. Menurut Uka Tjandra Sasmita proses masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:

1.      Perdagangan

Strategi dakwah penyebaran agama Islam melalui media perdagangan merupakan awal proses Islamisasi di Indonesia yaitu pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India.

2.      Perkawinan 

Pedagang muslim yang masuk ke Indonesia dilihat dari segi ekonomi, mereka mempunyai status sosial yang lebih dibandingkan penduduk pribumi. Interaksi antara penduduk pribumi dan pedagang muslim yang intens tidak jarang diteruskan dengan adanya perkawinan antara kaum pribumi dengan para pedagang muslim. Selanjutnya dalam prosesi perkawinan pihak pribumi harus mengucapkan kalimat syahadat sehingga perkawinan ini menjadi media yang efektif dalam penyebaran agama Islam.

3.      Politik 

Proses Islamisasi melalui media politik dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan antara penguasa dan pemerintahan, setelah penguasa atau rajanya masuk Islam hampir pasti rakyatnya juga masuk Islam (contoh di Maluku dan Sulawesi). Selain itu ada kerajaan Islam yang melakukan penahklukan terhadap kerajaan-kerajaan non-Islam dan kemenangan membuat masyarakat secara bertahap masuk Islam.

4.      Pendidikan 

Penyebaran agama Islam melalui pendidikan yang berupa pesantren. Pesantren menjadi media yang efektif dalam proses Islamisasi di Indonesia. Pesantren selain mengajarkan ilmu agama juga ketrampilan hidup yang lain. Selain itu juga menjadi tempat menempa ilmu untuk para calon juru dakwah agama Islam. Diantara lembaga pendidikan atau pesantren pada masa awal perkembangan Islam adalah pesantren yang di dirikan Sunan Ampel dan juga Sunan Giri yang terkenal sampai pulau Maluku. Selain itu dilembaga pendidikan pesantren, murid yang sudah selesai belajar akan dikirim untuk berdakwah keseluruh penjuru Indonesia.

5.      Kesenian  

Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah dengan mengadakan pertunjukan seni gamelan dan wayang. Sebagaimana di ketahui bahwa kesenian wayang dan gamelan digunakan Walisanga dalam mengembangkan ajaran Islam.  Cara seperti ini banyak ditemui di Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. Seni gamelan banyak digemari masyarakat Jawa dan ini tentu dapat mengundang masyarakat berkumpul dan selanjutnya dilaksanakan dakwah Islam.

6.      Tasawuf

Para Sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. 

 

Banyak hal yang penting untuk diketahui mengapa agama Islam berkembang pesat dan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia antara lain :  

a. Agama Islam bersifat terbuka, sehingga penyiaran dan pengajaran agama Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam.  

b. Penyebaran Agama Islam dilakukan dengan cara damai. 

c. Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat. 

d. Perayaan-perayaan dalam agama Islam dilakukan dengan sederhana. 

e. Dalam Islam dikenal adanya kewajiban mengeluarkan zakat yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan kahidupan masyarakatnya dengan adanya kewajiban zakat bagi yang mampu.

 

 

D. Fase Penyebaran Islam di Indonesia  

 Dalam buku sejarah peradaban Islam sebagaimana ditulis oleh Siti Maemunah bahwa ada tiga tahap proses Islamisasi di Indonesia menurut Hasan Muarif Ambary.

1.         Tahap Kehadiran Pedagang Muslim (sebelum abad ke13 M)  Pendapat masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7 M atau ke-1 H, dikemukakan oleh Syeh Syamsudin Abu Abdilah Muhammad bin Talib Ad Dimasyqi (w. 1327 M), ia menyatakan bahwa  agama Islam masuk ke Indonesia melalui Champa (Kamboja dan Vietnam) sejak zaman khalifah Usman bin Affan yakni sekitar tahun 651 M atau abad ke-7.  Pada versi yang lain menyatakan bahwa abad ke-1 sampai ke4 H, terdapat hubungan perkawinan antara pedagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun 475 H/ 1082 M bentuk batu nisan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari abad ke-10 M. Menurut laporan penelitian arkheologi di situs pesucian kecamatan Manyar (1994-1996) Leran di masa lampau merupakan pemukiman perkotaan dan perdagangan.  

2.         Tahap Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16 M)

Pada fase ini ditandai dengan munculnya pusat-pusat kerajaan Islam. Ditemukannya makam Malik al-Shaleh yang terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara dengan angka tahun 696 H/ 1297 M merupakan bukti yang jelas adanya kerajaan Islam di Pasai.

Pada akhir abad ke-13 kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di Selat Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus berlanjut hingga pada permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di Semenanjung Malaysia.

Akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke-16 M pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, seperti Gresik, Demak, Cirebon, dan Banten telah menunjukkan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para wali di Jawa. Kemudian pada abad ke-16 M kegiatan itu muncul sebagai kekuatan politik dengan adanya kerajaan Demak sebagai penguasa Islam pertama di Jawa yang berhasil menyerang ibukota Majapahit. Para wali dengan bantuan kerajaan Demak, kemudian Pajang dan Mataram dapat mengembangkan Islam ke seluruh daerah-daerah penting di Jawa, bahkan di luar Jawa, seperti ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, dan Lombok.

3.         Tahap Pelembagaan Islam  Pada fase ini para pemangku kerajaan berguru ke pusat pendidikan Islam seperti Ternate yang berguru ke Giri Gresik. Agama Islam yang berpusat di Pasai tersebar luas ke Aceh di Pesisir Sumatra, Semenanjung Malaka, Demak, Gresik, Banjarmasin, dan Lombok. Bukti persebarannya ditemukan cukup banyak. Di Semenanjung Melayu ditemukan bentukbentuk nisan yang menyerupai bentuk-bentuk batu nisan Aceh. Di Kuwin Banjarmasin tepatnya di komplek Pemakaman Sultan Suriansyah (Raden Samudra) terdapat batu nisan yang mempunyai kesamaan dengan yang ada di Demak dan Gresik, Dll.

E. Hikmah Pembelajaran

1. Dalam mengajarkan Islam haruslah kita menggunakan cara-cara yang ramah dan bijaksana bukan justru mengajak kepada kebencian

2. Meneladani kesusksesan para Ulama dalam menyebarkan Islam di Indonesia

3. Sebagai generasi penerus kita dituntut untuk berperilaku yang memiliki Uswah Hasanah

4. Mengajarkan kepada diri kita untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan demi keutuhan bangsa dan negara

5. Menyadari bahwa perjalanan sejarah perlu kita jadikan sebagai pemikiran dan peneladanan, terutama dalam hal perjuangan para Ulama.

 

 

BAB II

PERAN WALISANGA DI INDONESIA

A.    Biografi Walisanga 

Bagi masyarakat muslim Indonesia sebutan Walisanga memberikan makna khusus terhadap keberadaan tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pengembangan Islam pada abad ke -15 hingga 16 Masehi di pulau Jawa.  Kehadiran Walisanga dengan ajaran-ajarannya memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Islam di Jawa. Masyarakat Jawa memanggil Sunan kepada para Walisanga. Kata Sunan atau Susuhunan berasal dari kata suhun-kasuhun-sinuhun berarti yang dijunjung tinggi/ dijunjung di atas kepala juga bermakna paduka yang mulia. Gelar atau sebutan Sunan digunakan oleh para raja Mataram Islam sampai kerajaan Surakarta dewasa ini.

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, Walisanga dianggap memiliki nilai kekeramatan dan kemampuan-kemampuan di luar kelaziman. Walisanga merupakan sembilan ulama yang merupakan pelopor dan pejuang penyiaran Islam di Jawa pada abad XV dan XVI. Masih terdapat perbedaan pendapat tentang nama-nama Walisanga. Namun yang lazim disebut sebagai Walisanga adalah sebagai berikut: 

No. Nama Wali                            Nama Lain 

1.   Sunan Gresik                           Maulana Malik Ibrahim 

2.   Sunan Ampel                                      Raden Rahmatullah 

3.   Sunan Bonang                         Maulana Makhdum Ibrahim 

4.   Sunan Kalijaga                        Raden Mas Syahid 

5.   Sunan Giri                               Raden ‘Ainul Yaqin 

6.   Sunan Drajat                           Raden Qasim  

7.   Sunan Kudus                                      Raden Ja’far Shadiq 

8.   Sunan Muria                            Raden Umar Said 

9.   Sunan Gunung Jati                  Raden Syarif Hidayatullah 

Walisanga diterima dengan baik oleh masyarakat, karena kedatangan para wali di tengah-tengah masyarakat Jawa tidak dipandang sebagai sebuah ancaman. Para wali menggunakan unsur-unsur budaya lama (Hindu dan Buddha) sebagai media dakwah. Dengan sabar sedikit demi sedikit Walisanga memasukkan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam unsur-unsur lama yang sudah berkembang. Perjuangan Walisanga dalam dakwah nyaris tanpa konflik, karena Walisanga sangat halus dalam mengajar masyarakat dan semua dilakukan dengan jalan damai.

 

B.   Strategi Dakwah Walisanga 

1. Maulana Malik Ibrahim 

Maulana Malik Ibrahim pada awal dakwahnya menggunakan pendekatan kekeluargaan dengan menawarkan putrinya untuk diperistri Raja Majapahit. Upaya ini rupanya tidak berhasil, karena belum sampai tujuan, rombongan terkena serangan penyakit hingga banyak yang meninggal. Namun demikian tantangan ini rupanya tidak menyurutkan tekad Maulana Malik Ibrahim untuk berdakwah untuk mengislamkan kerajaan Majapahit.

Pada langkah berikutnya Maulana Malik Ibrahim mengambil jalur pendidikan dengan mendirikan pesantren. Dinamakan pesantren karena merupakan tempat belajar para santri.

Upaya pendidikan di pesantren oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim dimaksudkan untuk menampung dan menjawab permasalahan-permasalahan sosial keagamaan serta menghimpun santri. Karena komitmen dan konsistensinya dalam mendakwahkan Islam, Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai “Bapak (Ayah) Spiritual Walisanga”.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmatullah) 

Dalam tahap awal misi dakwahnya, Sunan Ampel membangun pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Pada pesantren yang diasuhnya Sunan Ampel mendidik kader-kader da'i yang kemudian disebar ke seluruh Jawa. Sunan Ampel telah mendidik murid-murid yang terkenal antara lain Sunan Bonang dan Sunan Drajat yang tak lain keduanya adalah putra Sunan Ampel sendiri, Maulana Ishak, Sunan Giri, dan Raden Patah (Sultan Demak).

Sunan Ampel dikenal sebagai negarawan, tokoh yang mempunyai gagasan dan perencana berdirinya kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Menurut bukti sejarah Sunan Ampel sebagai orang yang mengukuhkan Raden Fatah sebagai sultan pertama Kesultanan Demak Bintoro.

3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makhdum Ibrahim) 

Sunan Bonang sangat memperhatikan tradisi dan budaya masyarakat yang telah berkembang. Saat itu masyarakat Jawa memiliki kegemaran terhadap seni pewayangan yang ceritanya diambil dari ajaran Hindu dan Budha. Para wali berusaha keras untuk mewarnai dan menggubah ajaran masyarakat pada saat itu dengan menciptakan tembang atau syair yang berisi ajaran tauhid dan peribadatan. Setiap bait selalu diselingi dengan syahadatain (dua kalimat syahadat), sehingga kita sekarang mengenal gamelan sekaten, yaitu pengucapan masyarakat Jawa terhadap syahadatain. Salah satu tembang ciptaan Sunan Bonang adalah tembang durma, sejenis macapat yang menggambarkan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah dalam kehidupan dunia yang fana.

4. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid) 

Sunan Kalijaga dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan luas, berpikiran tajam, intelek, cerdas, kreatif, ivovatif dan dinamis, serta berasal dari suku Jawa asli. Dalam menyebarkan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak menetap di suatu daerah. Raden Mas Syahid senantiasa berkeliling dari satu daerah ke daerah lain, sehingga wilayah dakwah Sunan Kalijaga sangat luas. Raden Mas Syahid dianggap mampu menerapkan sistem dakwah yang cerdas dan aktual, banyak orang dari golongan bangsawan dan cendekiawan memberikan hormat dan simpati terhadapnya, mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat, mulai rakyat bawah hingga kalangan atas bahkan para penguasa. 

Sunan Kalijaga sebagai orang yang paling berjasa menggunakan pendekatan kultural dalam berdakwah, termasuk di antaranya wayang dan gamelan sebagai media dakwah. Sunan Kalijaga mengarang berbagai cerita wayang yang Islami, khususnya yang bertemakan akhlak atau budi pekerti. Hobi masyarakat Jawa terhadap wayang dapat dimanfaatkan Sunan Kalijaga sebagai media menyebarkan dakwah Islam.

Sunan Kalijaga juga terkenal sebagai seniman, ahli dalam seni suara, seni ukir, kesusastraan seni busana, dan seni pahat. Salah satu hasil karya Sunan Kalijaga adalah dalam seni batik, corak batik yang diberi motif burung merupakan buah karya Sunan Kalijaga.

5. Sunan Giri (Raden ‘Ainul Yaqin) 

Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri sebagai basis dalam menyebarkan dakwah Islam. Dan mayoritas santrinya yang diasuh berasal dari masyarakat golongan ekonomi tidak mampu. Dari pesantren milik Sunan Giri ini lahir da'i-da'i yang kemudian mereka menyiarkan agama Islam ke luar Pulau Jawa, seperti Madura, Ternate, Bawean, Kangean, dan Tidore. 

Sunan Giri terkenal sebagai seorang pendidik yang mampu menerapkan metode permainan yang bersifat agamis. Karya- karyanya berupa permainan atau tembang anak-anak di antaranya Gula Ganti, Jamuran, Jelungan, Jor, dan Cublak-cublak Suweng.

6. Sunan Drajad (Raden Qasim) 

Raden Qasim (Sunan Drajat) melaksanakan dakwah dengan membuat pusat belajar agama Islam di Lawang dan Sedayu pedukuhan Drajad masuk wilayah kabupaten Lamongan sekarang. Dalam bidang kesenian beliau menggubah tembang Jawa macapat pangkur dan juga memainkan wayang sebagai dalang. Gamelan Singo Mangkok yang masih tersimpan di museum makam Sunan Drajad sebagai bukti bahwa beliau berdakwah lewat kesenian.

Selain kesenian Sunan Drajad dikenal sangat dermawan dan berjiwa sosial tinggi, beliau membuat pepali pitu (tujuh ajaran) yang menjadi pijakan kehidupan bermasyarakat. Pertama, memangun resep tyasing sasama (kita selalu membuat senang hati orang lain). Kedua, jroning suko kudu eling lan waspodo (dalam suasana gembira hendaknya tetap ingat Tuhan dan dan selalu waspada). Ketiga, laksitaning Subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah. (dalam upaya mencapai cita-cita luhur jangan menghiraukan rintangan). Keempat, meper hardening pancadriya (senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu inderawi). Kelima, heneng-hening-henung (dalam diam akan dicapai keheningan dalam hening akan mencapai jalan kemuliaan). Keenam, Mulya guna panca waktu (kemuliaan lahir batin dicapai dengan menjalani salat lima waktu). Ketujuh, wenehono teken mawang wong kang wuto (berikan tongkat pada orang yang buta), wenehono mangan marang wong kang luwe (berikan makan pada orang yang lapar), wenehono busana marang wong kang wuda (berikan pakaian pada orang yang tidak mempunyai pakaian), wenehono ngiyup marang wong kang kudanan (berikan tempat berteduh bagi orang yang kehujanan).

7. Sunan Kudus (Raden Ja’far Shadiq)  

Sunan Kudus menjadi salah satu dari para wali yang merasakan pengalaman belajar di Baitul Maqdis, Palestina. Pada saat berada di Baitul Maqdis, ia berjasa memberantas penyakit yang banyak menelan korban.

Sunan Kudus dalam melaksanakan dakwah menggunakan pendekatan budaya, beliau juga memainkan peran sebagai sosok pujangga yang menciptakan berbagai lagu dan cerita keagamaan. Karyanya yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said) 

Sunan Muria dalam berdakwah memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri, yaitu menjadikan desa-desa terpencil sebagai medan dakwah Islamnya. Sunan Muria dikenal sebagai wali yang lebih gemar menyendiri, bertempat tinggal di desa terpencil, dan bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sunan Muria memberikan pengajaran kepada masyarakat di sekitar Gunung Muria dengan mengadakan kursus-kursus bagi para pedagang, nelayan, ataupun masyarakat kecil lainnya.

9. Sunan Gunung Jati (Raden Syarif Hidayatullah) 

Sunan Gunung Jati banyak menghabiskan sebagian waktunya untuk melakukan Jihad dalam rangka melawan dan mengusir Portugis dari bumi Indonesia. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan kekuasaan Banten dan Demak sehingga memiliki kekuatan yang diperhitungkan, pada peperangan pertama, pasukan Islam mengalami kekalahan yang sangat fatal, namun berikutnya ketika Portugis mendarat kembali di Sunda Kelapa, pasukan Islam berhasil menumpas perlawanan pasukan Portugis, sehingga Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta.

 

B.     Peran Walisanga Terhadap Peradaban Indonesia

Dakwah Islam pada masa awal lebih bertumpu pada usaha para saudagar secara perorangan, namun ketika mereka telah berhasil masuk ke pemangku kebijakan (kerajaan), dakwah Islam berkembang sangat pesat.

Dalam bidang pendidikan, seluruh ulama’ penyebar Islam di Indonesia dan juga para walisanga menjadikan masjid atau pesantren sebagai pusat dakwahnya.

Dalam bidang seni arsitektur, pembangunan masjid diutamakan sebagai rumah ibadah sekaligus pusat kegiatan umat. Banyak masjid yang didirikan oleh para wali yang mengembangkan gaya arsitektur yang indah dengan sentuhan etnik dan budaya lokal, contohnya, dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Menara Kudus, dan Masjid Agung Baiturrahman Aceh.

Dalam bidang seni dan budaya, para wali, ulama, dan mubalig mampu membangun keharmonisan antara budaya atau tradisi lama dengan ajaran Islam. Kita mengenal di tanah Jawa kesenian wayang yang berdasar cerita Hindu Ramayana dan Mahabarata sebagai sarana dakwah para wali dan mubalig.

Bidang kebudayaan, adat-istiadat yang berkembang di Indonesia banyak terpengaruh oleh peradaban Islam. Di antaranya adalah ucapan salam kepada setiap kaum muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintah.

Demikian pula dalam bidang politik, ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaan, banyak sekali unsur politik Islam yang berpengaruh dalam sistem politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam.

 

D. Teladan Spiritual dan Intelektual 

Walisanga memberikan peranan yang sangat besar terhadap perkembangan dan penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Mereka mempunyai kemampuan spiritual dan juga intelektual yang mumpuni, hal tersebut tercermin dari karya-karya mereka dalam menciptakan lagu, cerita wayang, dan simbol-simbol agama lain yang mengandung ajaran-ajaran Islam.

Memahami dan menghayati biografi, sejarah, perjuangan, dan peranannya dalam mengembangkan Islam di Indonesia, maka dapat diambil hikmah dan pelajaran untuk dijadikan teladan.

1. Semangat yang sangat tinggi dalam mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.

2. Sikap keikhlasan para wali yang mewarnai perjuangannya tanpa pamrih, bahkan berani berkorban demi umat. 

3. Sikap keberanian para wali dalam melindungi dan mempertahankan wilayah Islam dari penjajahan asing. 

4. Semangat spiritual para wali tidak pernah putus, hubungan dekat dengan Allah Swt. sangat menentukan keberhasilan dakwahnya.

5. Kemampuan para wali dalam melihat situasi umat, dan cepat menemukan solusi tepat untuk kemajuan dakwah Islam. Pemilihan metode dakwah yang tepat, kreatif, dan persuasif, yang membuahkan hasil maksimal.

6. Cara dakwah Sunan Muria dengan mencari daerah-daerah pedalaman dan desadesa terpencil sangat penting ditiru agar tidak didahului dakwah umat lain.

7. Sikap solidaritas dan kepedulian sosial para wali yang tinggi terhadap nasib rakyat untuk membantu dan menyantuninya.

8. Sikap para wali menjalin hubungan dengan penguasa dan para raja sangat membantu keberhasilan dakwah.

9. Adanya jadwal pembagian wilayah dakwah agar Islam tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia.

 

E. Hikmah

Setelah mempelajari materi tentang walisanga pelajaran yang dapat kita petik adalah :  1. Dalam berdakwah membutuhkan kesabaran dan keihlasan.

2. Memurnikan niat dalam berdakwah

3. Selalu berperilaku sesuai ajaran Islam karena sebagai uswah umat.

BAB III

KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA

A.    Kerajaan Islam di Sumatra

1.      Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Islam pertama di Indonesia ini diperkirakan berdiri sekitar awal atau pertengahan abad ke-13 M. sebagai hasil proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi oleh para pedagang muslim sejak abad ke-7 M, dan seterusnya. Raja pertamanya adalah Malik Al-Sholeh.

Di dalam catatan sejarah, pulau Sumatera merupakan awal mula syi’ar agama Islam di Nusantara. Dari Sumatera inilah Islam mengembangkan sayap dakwahnya ke seluruh penjuru Tanah Air, sampai akhirnya Islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.

2.      Kerajaan Aceh Darussalam

Secara geografis, Kerajaan Aceh berada di Kabupaten Aceh Besar, berdiri abad ke-15 M merupakan kelanjutan dari kerajaan Lamuri oleh Muzaffar Syah (1465 – 1497 M). Raja pertamanya adalah Ali Mughayat Syah. Wilayah kekuasaannya dari Pidie sampai ke Sumatera Timur. Peletak dasar kebesaran Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al-Qohar.  

Diantara para sultan yang lain, Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M) berhasil membawa kejayaan kerajaan. Wilayah kekuasaannya meliputi pelabuhan di pesisir timur dan barat Sumatera dan Aceh, tanah Gayo, Minangkabau. Setelah mangkat digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani yang memiliki sikap lemah lembut, dan adil, pengetahuan agamanya maju dengan cepat. Sepeninggal beliau dipimpin oleh penguasa yang lemah sehingga mengalami kemunduran.

B.     Kerajaan Islam di Jawa 

1.      Kerajaan Demak

Kerajaan Demak diakui sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah (1500-1518 M). Mulanya, ia adalah seorang adipati di Bintoro, Demak. Raden Fatah secara terang-terangan memutuskan ikatan dengan Majapahit, yang kala itu tengah mengalami masa kemunduran. Dan atas prakarsa para wali, Ia mendirikan kerajaan Islam yang beribu kota Demak, sehingga lebih dikenal dengan Kerajaan Demak. Kesuksesan Kerajaan Demak lepas dari kekuasan Majapahit yang sedang mengalami konflik internal kekuasaan. Perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg yang sangat memperlemah kekuatan Majapahit.

2.      Kerajaan Pajang

Jaka Tingkir, adalah sultan dan raja pertama Kerajaan Pajang yang merupakan kelanjutan dari karajaan Demak. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya, setelah mangkat diganti oleh menantunya Arya Panggiri yang juga anak asuhan dari Prawoto. Namun putera Sultan Hadiwijaya yaitu Pangeran Benawa ingin menguasai dan tidak punya kemampuan untuk melawan Arya Panggiri, ia meminta bantuan Panembahan Senopati Penguasa Mataram untuk mengusir Arya Panggiri dan berhasil, dan akhirnya sejak itulah kerajaan Pajang dibawah kekuasaan Mataram.

3. Kerajaan Mataram Islam

  Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeninggalnya, ia digantikan oleh puteranya Seda Ing Krapyak digantikan oleh puteranya, Sultan Agung (16131646M). Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kontak bersenjata antara kerajaan Islam Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M. ia digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara dengan Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya, para ulama pendukung dibantai habis pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu kemudian diteruskan oleh Raden Kajoran 1677 M dan 1678 M. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah pada akhirnya menjadi sebab runtuhnya kerajaan Islam Mataram. Namun demikian, Kerajaan Islam Mataram banyak memberikan kontribusi terhadap proses kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan masih eksis sampai sekarang di Daerah Istimewa Yogyakarta di bawah pimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono.

3.      Kerajaan (Kesultanan) Cirebon.

Kesultanan Cirebon berkuasa pada abad XV hingga abad XVI M. Letak kesultanan Cirebon adalah di pantai utara pulau Jawa. Secara geografis berbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat dan ini membuat kesultanan Cirebon menjadi “perantara” antara kebudayaan Jawa dan Sunda. Sehingga, di Cirebon muncul budaya yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Sunda maupun kebudayaan Jawa.

5. Kerajaan (Kesultanan) Banten 

Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kelapa dan Cimanuk. Putera dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.

 

C.    Kerajaan Islam di Kalimantan 

Walau Tidak banyak literatur yang menjelaskan tentang sejarah keberadaan Islam di Kalimantan namun namun paling tidak bisa memberikan titik terang tentang keberadaan Kerajaan Daha (Banjar). Pada awal abad XVI, Islam masuk ke kalimantan Selatan, yaitu di Kerajaan Daha (Banjar) yang waktu itu beragama Hindu. Berkat bantuan dari Sultan Demak, trenggono (1521-1546 M) Raja Daha dan rakyatnya memeluk agama Islam, sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar dengan raja pertamanya yaitu Pangeran Samudera yang bergelar Pangeran Suryanullah atau Suriansah.

 

D.    Kerajaan Gowa - Tallo 

Kultur Kerajaan Gowa - Tallo tidak dapat dipisahkan dengan Islam. Setelah Kerajaan GowaTallo memeluk Islam, penyebaran Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat.  Kerajaan ini adalah kerajaan yang menerapkan syariah Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai “Serambi Madinah”.     Keberhasilan penyebaran Islam terjadi setelah memasuki awal Abad XVII dengan kehadiran tiga orang mubalig yang bergelar datuk dari Minangkabau. Lontara Wajo menyebutkan bahwa ketiga datuk itu datang pada permulaan Abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau.

E.     Kerajaan (Kesultanan) Ternate  

Kesultanan Ternate (Kerajaan Gapi) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh kepulauan Marshall di pasifik. Pulau Gapi atau Ternate mulai ramai di awal abad XIII, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera.

F.     Kerajaan Islam di Nusa Tenggara  

Perkembangan Islam di Nusa Tenggara dimulai sejak abad XVI M dikenalkan oleh Sultan Prapen (1605), putra Sunan Giri. Dimulai dari Lombok kemudian Islam menyebar ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan dan tempat-tempat lainnya hingga seluruh Lombok memeluk agama Islam. Dari Lombok juga Sunan Prapen menyampaikan dakwahnya hingga ke Sumbawa. Di Lombok berdiri Kerajaan Selaparang dan di bawah pemerintahan Prabu Rangkeswari, kerajaan ini mengalami masa keemasan dan kekuasaannya mencapai seluruh Lombok. Selaparang juga menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan Islam seperti Demak. Kerajaan Selaparang juga sering dikunjungi para pedagang, sehingga interaksi masyarakat muslim semakin baik.

G.    Peranan Kerajaan terhadap Perkembangan Islam di Indonesia 

Dalam perkembangannya, kerajaan Islam ini memiliki peran yang sangat besar dalam proses penyebaran agama Islam di tanah air. Beberapa peran dari kerajaan Islam yang dianggap penting tersebut di antaranya adalah: 

1. Ketika agama Islam dianut oleh Raja atau Sultan dan juga para pejabat Istana serta para bangsawan dan diikuti seluruh keluarganya maka diikuti pula lapisan masyarakat secara umum.

2. Kegiatan politik dan ekonomi kerajaan Islam menjadi sarana dalam melaksanakan dakwah.

3. Dakwah Islam menjadi motivasi dan spirit dalam mengusir penjajah dari bumi nusantara.   

4. Memudahkan transaksi perdagangan dengan para pedagang dari kawasan Timur Tengah. Pada saat itu, para pedagang dari Gujarat kerap berkelana hingga ke daerah yang jauh untuk berdagang. Dengan adanya kerajaan Islam, maka ada kesamaan budaya dari kedua belah pihak sehingga lebih memudahkan dalam menjalin hubungan. 

5. Mengubah budaya upeti yang banyak digunakan di zaman kerajaan sebelumnya. Hal ini memberikan kemudahan pada rakyat karena tidak lagi mendapatkan beban membayar upeti kepada penguasa secara berlebihan. Kalau pun kerajaan memerlukan penggalangan dana lain, maka nilainya menjadi berbeda karena dalam Islam menyumbang kepada pihak lain merupakan tindakan mulia dan hanya Allah yang akan membalas dengan cara yang tidak pernah diketahui bahkan tak pernah dibayangkan oleh orang yang memberi sumbangan tersebut. Upaya memakmurkan rakyat menjadi tujuan kerajaan Islam yang lebih mudah diwujudkan. Tentu saja berbeda dengan sistem kerajaan sebelumnya di mana rakyat menjadi pengabdi kepada kerajaan dan kerajaan tidak secara otomatis mencari upaya untuk mensejahterakan rakyatnya. 

6. Setelah Agama Islam menjadi agama resmi kerajaan maka perubahan-perubahan tampak dalam sendi-sendi kehidupan kerajaan, bisa di lihat dari aspek sosial politik dan budaya

7. Menciptakan tata kehidupan baru yang lebih sesuai dengan apa yang ada pada ajaran Islam. Islam sebagai agama yang baru dengan mudah diterima karena tata nilai dan sistem di dalamnya terasa lebih adil. Masing-masing individu memiliki kesempatan yang sama untuk menempati derajat yang tinggi di mata Allah Swt. tanpa membedakan latar belakang budaya, suku dan keturunan. Demikian pula dalam tata pergaulan sehari-hari, hubungan antar individu menjadi lebih baik, sopan santun dianggap sebagai akhlak yang mulia, sehingga setiap individu memiliki keinginan untuk meraihnya. 

8. Dalam bidang keamanan, kerajaan Islam memiliki kewajiban untuk menciptakan kedamaian kepada seluruh rakyat, sehingga dalam melakukan kegiatan sehari-hari tidak akan terganggu dengan ancaman keselamatan. 

H.    Hikmah Pembelajaran 

1. Kita dapat meneladani kegigihan para penyebar Islam di Indonesia dalam menyebarkan Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin.

2. Kita dapat meneladani model kepemimpinan para raja pada masa dahulu.

3. Memperluas khazanah keilmuan kita dalam memahami sejarah awal berdirinya kerajaan Islam di Indonesia.

4. Kita dapat mengetahui berbagai macam keberagaman kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.

5. Sebagai generasi muslim hendaknya kita terus melestarikan budaya-budaya baik yang ada di Indonesia dan berhubungan dengan Islam.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url