Sejarah masuknya Islam di Indonesia dan Perkembangannya
BAB I
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
A. Situasi dan Kondisi Sebelum Kedatangan
Islam
Sebelum
kedatangan Islam pada abad XV dan XVI di wilayah Nusantara terjadi perubahan
sosial yang luar biasa. Perubahan sosial itu terjadi disebabkan oleh persebaran
agama Islam beserta sistem politiknya yang ditandai dengan adanya perubahan
keyakinan keagamaan dari masa kejayaan Hindu-Budha ke masa perkembangan agama
Islam. Pada saat bersamaan bermunculan kerajaan-kerajaan Islam menggantikan
posisi kerajaan Hindu-Budha. Perubahan-perubahan tersebut dilatarbelakangi
berbagai faktor diantaranya letak geografis, keyakinan masyarakat,
perekonomian, pemerintahan dan kesenian dan sastra. Gambaran situasi dan
kondisi wilayah Indonesia sebelum kedatangan agama Islam antara lain:
B. Jalur Masuknya Islam di Indonesia
Membaca sejarah
peradaban bangsa Indonesia yang berkaitan masuknya Islam yang dikemukakan para
ahli, tidak bisa dipisahkan dari istilah Nusantara untuk menyebut wilayah
Indonesia. Penyebaran agama Islam di Indonesia pada umumnya berlangsung melalui
dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam kemudian
menganutnya. Kedua, orang-orang Asing Asia, seperti Arab, India, dan Cina yang
telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di satu wilayah
Indonesia melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal.
Setidaktidaknya ada empat teori tentang islamisasi awal di Indonesia, yaitu
teori India, teori Arab, teori Persia, dan teori Cina.
1. Teori India
Teori ini dikemukan oleh Pijnappel, Moquette, Fatimi dan seorang orientalis
Belanda yang meneliti tentang Islam di Indonesia bernama Snouck Hurgronje. Ia
menyatakan bahwa agama Islam baru masuk ke Nusantara pada abad ke-13 Masehi
yang dibawa oleh para pedagang dari Cambay, Gujarat, India. Memang sebagian
besar sejarahwan asal Belanda, memegang teori bahwa Islam di Indonesia berasal
dari Anak Benua India. Sementara seorang ilmuwan Barat Pijnappel yang
mengkaitkan asal mula Islam di Indonesia dengan daerah Gujarat dan Malabar.
Jan Pijnappel (w.1901 M) adalah seorang orientalis dari Universitas Leiden
Belanda yang fokus pada manuskrip Melayu. Dia menyatakan bahwa Islam masuk ke
Indonesia lewat pedagang dari Gujarat. Penjelasan ini didasarkan pada seringnya
kedua wilayah India dan Indonesia ini disebut dalam sejarah Nusantara klasik.
Sedangkan menurut Maquette ada hubungan antara Gujarat dan Indonesia,
dengan alasan bahwa batu nisan makam Raja Malik Al-Saleh yang merupakan raja
kerajaan Samudera Pasai Aceh, bertuliskan angka tahun 686H/1297 M dengan
menggunakan nisan yang berasal dari Gujarat India. Selain itu batu nisan yang
terdapat di makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, juga menunjukkan hal yang sama. Kedua batu nisan
tersebut memiliki persamaan bentuk dengan batu nisan yang terdapat di Cambay
Gujarat India.
2. Teori Arab
Teori ini di kemukakan oleh Sir Thomas Arnold, ia berpandangan bahwa, para
pedagang Arab telah menyebarkan Islam ketika mereka menguasai secara dominan
perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan 8
Masehi. Meskipun tidak terdapat catatan-catatan sejarah tentang kegiatan mereka
dalam penyebaran Islam, namun ia berasumsi bahwa mereka juga terlibat dalam
penyebaran Islam kepada penduduk lokal di Indonesia.
Dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia Teori ini mengatakan bahwa Islam datang
ke Indonesia secara langsung dari Arab, tidak melalui perantara bangsa lain.
Beberapa bukti sejarah dikemukakan untuk menguatkan teori ini. Teori ini
mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Makkah (Arab) sebagai
pusat agama Islam sejak abad ke-7. Salah satu sejarawan yang mendukung teori
ini ialah Prof. Hamka. Dia menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia
pada abad pertama Hijriah (abad ke 7-8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur
perdagangan yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai melalui selat
Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di China (Asia Timur), Sriwijaya di Asia
Tenggara, dan Bani Umayyah di Asia Barat. Menurutnya, motivasi awal kedatangan
orang Arab tidak dilandasi oleh nilainilai ekonomi, melainkan didorong oleh
motivasi spirit penyebaran agama Islam.
Sejarawan lain juga mendukung teori Arab
adalah Uka Tjandrasasmita, A. Hasymi, Azyumardi Azra dan lain-lain. Selain
informasi tersebut, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa ditemukannya adaptasi
lain yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah atas pengaruh bangsa Arab ini.
Misalnya dari segi bahasa dan tradisi, seperti pada kata dan tradisi bersila
yang sering dilakukan oleh bangsa Indonesia yang merupakan tradisi yang
dilakukan oleh bangsa Arab atau Persia yang egaliter. Disamping alasan di atas,
makam Fatimah Binti Maimun di Leran Jawa Timur semakin menguatkan teori ini.
Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam
yang wafat pada hari Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M).
Azyumardi Azra menambahkan, Islam datang di Indonesia pada abad ke-7 M,
namun baru dianut secara terbatas oleh para pedagang Arab yang berdagang di
Indonesia, dan baru mulai tersebar dan dianut oleh masyarakat Indonesia pada
abad ke-12, yang disebarkan oleh para sufi pengembara yang berasal dari Arab.
Alasan ini dikuatkan oleh corak Islam awal yang dianut oleh masyarakat
Indonesia adalah Islam bercorak sufistik, karena pada masa al-Ghazali (Dinasti
Abbasiyah) muncul sufi-sufi pengembara yang bertujuan untuk menyebarkan Islam
tanpa pamrih, maka sufi-sufi inilah yang disinyalir datang dan menyebarkan
Islam di Indonesia.
3. Teori Persia
Sejarawan Hoesein Djajaningrat adalah orang yang mengemukakan teori ini.
Dalam Teori ini dinyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke13 M di
Sumatra yang berpusat di Samudra Pasai. Teori Persia lebih menitik beratkan
tinjauannya pada aspek persamaan kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat
Islam Indonesia dengan Persia. Bukti-bukti persamaan tersebut di antaranya:
a. Adanya peringatan 10 Muharram atau ‘Asyura
atas meninggalnya Husein cucu Nabi Muhammad Saw. di Karbala, yang sangat
dijunjung oleh kaum muslim Syiah di Iran (Persia). Di Sumatra Barat, peringatan
tersebut disebut dengan upacara keranda Tabut yaitu mengarak keranda yang
diatas namakan keranda Husain dan disebut ‘keranda Tabut’ untuk dilempar di
sungai. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan Bubur Syuro.
b. Adanya kesamaan konsep ajaran sufisme yang
dianut Syaikh Siti Jenar dengan Al-Hallaj, seorang sufi besar dari Persia.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran (Persia)
dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi harakat. Contoh Jabar –
fathah, jer – kasrah, p’es - dhammah
d. Adanya persamaan batu nisan Maulana Malik
Ibrahim tahun 1419 M di Gresik dan Malik Al Shalih 1297 M di Pasai yang berasal
dari Gujarat.
Berdasarkan hal tersebut Hoesein Djajaningrat
berpendapat bahwa Gujarat merupakan daerah yang mendapat pengaruh dari Persia
yang menganut faham Syiah dan dibawa ke Indonesia.
4. Teori China
Teori ini menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia (Jawa dan Sumatra)
berasal dari para perantau China. Menurut teori ini, orang China telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis China atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di China pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang.
Sumanto al-Qurtuby dalam bukunya Arus China-Islam-Jawa menyatakan, menurut
kronik (sumber luar negeri) pada masa Dinasti Tang (618960) di daerah Kanton,
Zhang-zhao, Quanzhou, dan pesisir China bagian selatan, telah terdapat sejumlah
pemukiman Islam.Teori China didasarkan pada sumber luar negeri (kronik) maupun
lokal (babad dan hikayat). Bahkan menurut sejumlah sumber lokal tersebut
ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni Raden Fatah dari Bintoro Demak,
merupakan keturunan China. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, China bagian
selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Pada dasarnya semua teori memiliki kelebihan dan kelemahan tidak ada
kebenaran yang mutlak dari landasan teori-teori tersebut. Namun hal yang sangat
penting bahwa Islam tersebar di negeri Indonesia tidak dengan jalan kekerasan
melainkan dakwah dengan hikmah, nasehat yang baik.
B. Strategi Dakwah Islam di Indonesia
Masyarakat Asia
Tenggara telah mempunyai peradaban yang tinggi sebelum kedatangan Islam. Hal
demikian dikarenakan kawasan Asia Tenggara terdiri dari negara-negara yang
memiliki kesamaan budaya dan agama. Negara-negara ini, termasuk Indonesia telah
memiliki kontak dengan peradaban bangsa India dan Cina. Tidak hanya dalam aspek
peradabannya saja, tetapi juga adat istiadat, agama dan kepercayaan.
Agama Islam
tersebar di seluruh wilayah Indonesia secara periodik, bertahap dan dengan
strategi dakwah yang damai, menyesuaikan diri terhadap adat istiadat penduduk
tanpa paksaan dan kekerasan. Strategi penyebaran agama Islam dilakukan dalam
berbagai media atau jalan, baik melalui perdagangan, pernikahan, pendidikan,
ajaran sufi juga melalui kesenian. Hal inilah yang menyebabkan agama Islam
mudah diterima, faktor lain adalah agama Islam memberi penghargaan pada sesama
manusia dengan tidak membedakan harkat derajat dan martabat. Menurut Uka
Tjandra Sasmita proses masuknya Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Perdagangan
Strategi dakwah penyebaran agama Islam melalui media perdagangan merupakan
awal proses Islamisasi di Indonesia yaitu pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M,
bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India.
2. Perkawinan
Pedagang muslim yang masuk ke Indonesia dilihat dari segi ekonomi, mereka
mempunyai status sosial yang lebih dibandingkan penduduk pribumi. Interaksi
antara penduduk pribumi dan pedagang muslim yang intens tidak jarang diteruskan
dengan adanya perkawinan antara kaum pribumi dengan para pedagang muslim.
Selanjutnya dalam prosesi perkawinan pihak pribumi harus mengucapkan kalimat
syahadat sehingga perkawinan ini menjadi media yang efektif dalam penyebaran
agama Islam.
3. Politik
Proses Islamisasi melalui media politik dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan antara penguasa dan pemerintahan, setelah penguasa atau
rajanya masuk Islam hampir pasti rakyatnya juga masuk Islam (contoh di Maluku
dan Sulawesi). Selain itu ada kerajaan Islam yang melakukan penahklukan
terhadap kerajaan-kerajaan non-Islam dan kemenangan membuat masyarakat secara
bertahap masuk Islam.
4. Pendidikan
Penyebaran agama Islam melalui pendidikan yang berupa pesantren. Pesantren
menjadi media yang efektif dalam proses Islamisasi di Indonesia. Pesantren
selain mengajarkan ilmu agama juga ketrampilan hidup yang lain. Selain itu juga
menjadi tempat menempa ilmu untuk para calon juru dakwah agama Islam. Diantara
lembaga pendidikan atau pesantren pada masa awal perkembangan Islam adalah pesantren
yang di dirikan Sunan Ampel dan juga Sunan Giri yang terkenal sampai pulau
Maluku. Selain itu dilembaga pendidikan pesantren, murid yang sudah selesai
belajar akan dikirim untuk berdakwah keseluruh penjuru Indonesia.
5. Kesenian
Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah dengan mengadakan
pertunjukan seni gamelan dan wayang. Sebagaimana di ketahui bahwa kesenian
wayang dan gamelan digunakan Walisanga dalam mengembangkan ajaran Islam. Cara seperti ini banyak ditemui di
Yogyakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. Seni gamelan banyak digemari
masyarakat Jawa dan ini tentu dapat mengundang masyarakat berkumpul dan
selanjutnya dilaksanakan dakwah Islam.
6. Tasawuf
Para Sufi mengajarkan tasawuf yang diramu dengan ajaran yang sudah dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Seorang sufi biasa dikenal dengan hidup dalam
kesederhanaan, mereka selalu menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup
bersama di tengah-tengah masyarakatnya.
Banyak hal yang penting untuk diketahui mengapa agama Islam berkembang
pesat dan mudah diterima oleh masyarakat Indonesia antara lain :
a. Agama Islam bersifat terbuka, sehingga
penyiaran dan pengajaran agama Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam.
b. Penyebaran Agama Islam dilakukan dengan
cara damai.
c. Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak
membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat.
d. Perayaan-perayaan dalam agama Islam
dilakukan dengan sederhana.
e. Dalam Islam dikenal adanya kewajiban
mengeluarkan zakat yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan kahidupan
masyarakatnya dengan adanya kewajiban zakat bagi yang mampu.
D. Fase Penyebaran Islam di Indonesia
Dalam
buku sejarah peradaban Islam sebagaimana ditulis oleh Siti Maemunah bahwa ada
tiga tahap proses Islamisasi di Indonesia menurut Hasan Muarif Ambary.
1.
Tahap Kehadiran Pedagang Muslim (sebelum abad ke13
M) Pendapat masuknya Islam ke Indonesia
sejak abad ke-7 M atau ke-1 H, dikemukakan oleh Syeh Syamsudin Abu Abdilah
Muhammad bin Talib Ad Dimasyqi (w. 1327 M), ia menyatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia melalui Champa
(Kamboja dan Vietnam) sejak zaman khalifah Usman bin Affan yakni sekitar tahun
651 M atau abad ke-7. Pada versi yang
lain menyatakan bahwa abad ke-1 sampai ke4 H, terdapat hubungan perkawinan
antara pedagang muslim dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama
Islam. Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka
tahun 475 H/ 1082 M bentuk batu nisan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias
makam dari abad ke-10 M. Menurut laporan penelitian arkheologi di situs
pesucian kecamatan Manyar (1994-1996) Leran di masa lampau merupakan pemukiman
perkotaan dan perdagangan.
2.
Tahap Terbentuknya Kerajaan Islam (13-16 M)
Pada fase ini ditandai dengan munculnya
pusat-pusat kerajaan Islam. Ditemukannya makam Malik al-Shaleh yang terletak di
kecamatan Samudra di Aceh utara dengan angka tahun 696 H/ 1297 M merupakan
bukti yang jelas adanya kerajaan Islam di Pasai.
Pada akhir abad ke-13 kerajaan Samudera Pasai
sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia merebut jalur perdagangan di Selat
Malaka yang sebelumnya dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Hal ini terus
berlanjut hingga pada permulaan abad ke-14 berdiri kerajaan Malaka di
Semenanjung Malaysia.
Akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke-16 M
pusat-pusat perdagangan di pesisir utara, seperti Gresik, Demak, Cirebon, dan
Banten telah menunjukkan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para wali di
Jawa. Kemudian pada abad ke-16 M kegiatan itu muncul sebagai kekuatan politik
dengan adanya kerajaan Demak sebagai penguasa Islam pertama di Jawa yang
berhasil menyerang ibukota Majapahit. Para wali dengan bantuan kerajaan Demak,
kemudian Pajang dan Mataram dapat mengembangkan Islam ke seluruh daerah-daerah
penting di Jawa, bahkan di luar Jawa, seperti ke Banjarmasin, Hitu, Ternate,
Tidore, dan Lombok.
3.
Tahap Pelembagaan Islam
Pada fase ini para pemangku kerajaan berguru ke pusat pendidikan Islam
seperti Ternate yang berguru ke Giri Gresik. Agama Islam yang berpusat di Pasai
tersebar luas ke Aceh di Pesisir Sumatra, Semenanjung Malaka, Demak, Gresik,
Banjarmasin, dan Lombok. Bukti persebarannya ditemukan cukup banyak. Di
Semenanjung Melayu ditemukan bentukbentuk nisan yang menyerupai bentuk-bentuk
batu nisan Aceh. Di Kuwin Banjarmasin tepatnya di komplek Pemakaman Sultan
Suriansyah (Raden Samudra) terdapat batu nisan yang mempunyai kesamaan dengan
yang ada di Demak dan Gresik, Dll.
E. Hikmah Pembelajaran
1. Dalam mengajarkan Islam haruslah kita
menggunakan cara-cara yang ramah dan bijaksana bukan justru mengajak kepada
kebencian
2. Meneladani kesusksesan para Ulama dalam
menyebarkan Islam di Indonesia
3. Sebagai generasi penerus kita dituntut
untuk berperilaku yang memiliki Uswah Hasanah
4. Mengajarkan kepada diri kita untuk tetap
menjaga persatuan dan kesatuan demi keutuhan bangsa dan negara
5. Menyadari bahwa perjalanan sejarah perlu
kita jadikan sebagai pemikiran dan peneladanan, terutama dalam hal perjuangan
para Ulama.
BAB II
PERAN WALISANGA DI INDONESIA
A. Biografi Walisanga
Bagi masyarakat
muslim Indonesia sebutan Walisanga memberikan makna khusus terhadap keberadaan
tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pengembangan Islam pada abad ke -15
hingga 16 Masehi di pulau Jawa.
Kehadiran Walisanga dengan ajaran-ajarannya memiliki pengaruh yang kuat
dalam masyarakat Islam di Jawa. Masyarakat Jawa memanggil Sunan kepada para
Walisanga. Kata Sunan atau Susuhunan berasal dari kata suhun-kasuhun-sinuhun
berarti yang dijunjung tinggi/ dijunjung di atas kepala juga bermakna paduka
yang mulia. Gelar atau sebutan Sunan digunakan oleh para raja Mataram Islam
sampai kerajaan Surakarta dewasa ini.
Bagi sebagian
besar masyarakat Jawa, Walisanga dianggap memiliki nilai kekeramatan dan
kemampuan-kemampuan di luar kelaziman. Walisanga merupakan sembilan ulama yang
merupakan pelopor dan pejuang penyiaran Islam di Jawa pada abad XV dan XVI.
Masih terdapat perbedaan pendapat tentang nama-nama Walisanga. Namun yang lazim
disebut sebagai Walisanga adalah sebagai berikut:
No. Nama
Wali Nama
Lain
1. Sunan
Gresik Maulana
Malik Ibrahim
2. Sunan
Ampel Raden
Rahmatullah
3. Sunan
Bonang Maulana
Makhdum Ibrahim
4. Sunan
Kalijaga Raden Mas Syahid
5. Sunan Giri Raden
‘Ainul Yaqin
6. Sunan
Drajat Raden
Qasim
7. Sunan
Kudus Raden
Ja’far Shadiq
8. Sunan
Muria Raden
Umar Said
9. Sunan Gunung
Jati Raden
Syarif Hidayatullah
Walisanga
diterima dengan baik oleh masyarakat, karena kedatangan para wali di
tengah-tengah masyarakat Jawa tidak dipandang sebagai sebuah ancaman. Para wali
menggunakan unsur-unsur budaya lama (Hindu dan Buddha) sebagai media dakwah.
Dengan sabar sedikit demi sedikit Walisanga memasukkan nilai-nilai ajaran Islam
ke dalam unsur-unsur lama yang sudah berkembang. Perjuangan Walisanga dalam
dakwah nyaris tanpa konflik, karena Walisanga sangat halus dalam mengajar
masyarakat dan semua dilakukan dengan jalan damai.
B.
Strategi Dakwah Walisanga
1. Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik
Ibrahim pada awal dakwahnya menggunakan pendekatan kekeluargaan dengan
menawarkan putrinya untuk diperistri Raja Majapahit. Upaya ini rupanya tidak berhasil,
karena belum sampai tujuan, rombongan terkena serangan penyakit hingga banyak
yang meninggal. Namun demikian tantangan ini rupanya tidak menyurutkan tekad
Maulana Malik Ibrahim untuk berdakwah untuk mengislamkan kerajaan Majapahit.
Pada langkah berikutnya
Maulana Malik Ibrahim mengambil jalur pendidikan dengan mendirikan pesantren.
Dinamakan pesantren karena merupakan tempat belajar para santri.
Upaya
pendidikan di pesantren oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim dimaksudkan untuk
menampung dan menjawab permasalahan-permasalahan sosial keagamaan serta
menghimpun santri. Karena komitmen dan konsistensinya dalam mendakwahkan Islam,
Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai “Bapak (Ayah) Spiritual Walisanga”.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmatullah)
Dalam tahap
awal misi dakwahnya, Sunan Ampel membangun pesantren di Ampel Denta, dekat
Surabaya. Pada pesantren yang diasuhnya Sunan Ampel mendidik kader-kader da'i
yang kemudian disebar ke seluruh Jawa. Sunan Ampel telah mendidik murid-murid
yang terkenal antara lain Sunan Bonang dan Sunan Drajat yang tak lain keduanya
adalah putra Sunan Ampel sendiri, Maulana Ishak, Sunan Giri, dan Raden Patah
(Sultan Demak).
Sunan Ampel
dikenal sebagai negarawan, tokoh yang mempunyai gagasan dan perencana
berdirinya kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Menurut bukti sejarah Sunan
Ampel sebagai orang yang mengukuhkan Raden Fatah sebagai sultan pertama
Kesultanan Demak Bintoro.
3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makhdum
Ibrahim)
Sunan Bonang
sangat memperhatikan tradisi dan budaya masyarakat yang telah berkembang. Saat
itu masyarakat Jawa memiliki kegemaran terhadap seni pewayangan yang ceritanya
diambil dari ajaran Hindu dan Budha. Para wali berusaha keras untuk mewarnai
dan menggubah ajaran masyarakat pada saat itu dengan menciptakan tembang atau
syair yang berisi ajaran tauhid dan peribadatan. Setiap bait selalu diselingi
dengan syahadatain (dua kalimat syahadat), sehingga kita sekarang mengenal
gamelan sekaten, yaitu pengucapan masyarakat Jawa terhadap syahadatain. Salah
satu tembang ciptaan Sunan Bonang adalah tembang durma, sejenis macapat yang
menggambarkan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah dalam kehidupan dunia
yang fana.
4. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid)
Sunan Kalijaga
dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan luas, berpikiran
tajam, intelek, cerdas, kreatif, ivovatif dan dinamis, serta berasal dari suku
Jawa asli. Dalam menyebarkan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak menetap di suatu
daerah. Raden Mas Syahid senantiasa berkeliling dari satu daerah ke daerah
lain, sehingga wilayah dakwah Sunan Kalijaga sangat luas. Raden Mas Syahid
dianggap mampu menerapkan sistem dakwah yang cerdas dan aktual, banyak orang
dari golongan bangsawan dan cendekiawan memberikan hormat dan simpati
terhadapnya, mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat, mulai rakyat bawah
hingga kalangan atas bahkan para penguasa.
Sunan Kalijaga
sebagai orang yang paling berjasa menggunakan pendekatan kultural dalam
berdakwah, termasuk di antaranya wayang dan gamelan sebagai media dakwah. Sunan
Kalijaga mengarang berbagai cerita wayang yang Islami, khususnya yang
bertemakan akhlak atau budi pekerti. Hobi masyarakat Jawa terhadap wayang dapat
dimanfaatkan Sunan Kalijaga sebagai media menyebarkan dakwah Islam.
Sunan Kalijaga
juga terkenal sebagai seniman, ahli dalam seni suara, seni ukir, kesusastraan
seni busana, dan seni pahat. Salah satu hasil karya Sunan Kalijaga adalah dalam
seni batik, corak batik yang diberi motif burung merupakan buah karya Sunan
Kalijaga.
5. Sunan Giri (Raden ‘Ainul Yaqin)
Sunan Giri
mendirikan pesantren di daerah Giri sebagai basis dalam menyebarkan dakwah
Islam. Dan mayoritas santrinya yang diasuh berasal dari masyarakat golongan
ekonomi tidak mampu. Dari pesantren milik Sunan Giri ini lahir da'i-da'i yang
kemudian mereka menyiarkan agama Islam ke luar Pulau Jawa, seperti Madura,
Ternate, Bawean, Kangean, dan Tidore.
Sunan Giri
terkenal sebagai seorang pendidik yang mampu menerapkan metode permainan yang
bersifat agamis. Karya- karyanya berupa permainan atau tembang anak-anak di
antaranya Gula Ganti, Jamuran, Jelungan, Jor, dan Cublak-cublak Suweng.
6. Sunan Drajad (Raden Qasim)
Raden Qasim
(Sunan Drajat) melaksanakan dakwah dengan membuat pusat belajar agama Islam di
Lawang dan Sedayu pedukuhan Drajad masuk wilayah kabupaten Lamongan sekarang.
Dalam bidang kesenian beliau menggubah tembang Jawa macapat pangkur dan juga
memainkan wayang sebagai dalang. Gamelan Singo Mangkok yang masih tersimpan di museum
makam Sunan Drajad sebagai bukti bahwa beliau berdakwah lewat kesenian.
Selain kesenian
Sunan Drajad dikenal sangat dermawan dan berjiwa sosial tinggi, beliau membuat
pepali pitu (tujuh ajaran) yang menjadi pijakan kehidupan bermasyarakat.
Pertama, memangun resep tyasing sasama (kita selalu membuat senang hati orang
lain). Kedua, jroning suko kudu eling lan waspodo (dalam suasana gembira
hendaknya tetap ingat Tuhan dan dan selalu waspada). Ketiga, laksitaning
Subrata tan nyipta marang pringga bayaning lampah. (dalam upaya mencapai
cita-cita luhur jangan menghiraukan rintangan). Keempat, meper hardening
pancadriya (senantiasa berjuang menekan gejolak nafsu inderawi). Kelima,
heneng-hening-henung (dalam diam akan dicapai keheningan dalam hening akan mencapai
jalan kemuliaan). Keenam, Mulya guna panca waktu (kemuliaan lahir batin dicapai
dengan menjalani salat lima waktu). Ketujuh, wenehono teken mawang wong kang
wuto (berikan tongkat pada orang yang buta), wenehono mangan marang wong kang
luwe (berikan makan pada orang yang lapar), wenehono busana marang wong kang
wuda (berikan pakaian pada orang yang tidak mempunyai pakaian), wenehono ngiyup
marang wong kang kudanan (berikan tempat berteduh bagi orang yang kehujanan).
7. Sunan Kudus (Raden Ja’far Shadiq)
Sunan Kudus
menjadi salah satu dari para wali yang merasakan pengalaman belajar di Baitul
Maqdis, Palestina. Pada saat berada di Baitul Maqdis, ia berjasa memberantas
penyakit yang banyak menelan korban.
Sunan Kudus
dalam melaksanakan dakwah menggunakan pendekatan budaya, beliau juga memainkan
peran sebagai sosok pujangga yang menciptakan berbagai lagu dan cerita
keagamaan. Karyanya yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria
dalam berdakwah memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri, yaitu menjadikan
desa-desa terpencil sebagai medan dakwah Islamnya. Sunan Muria dikenal sebagai
wali yang lebih gemar menyendiri, bertempat tinggal di desa terpencil, dan
bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sunan Muria memberikan pengajaran kepada
masyarakat di sekitar Gunung Muria dengan mengadakan kursus-kursus bagi para
pedagang, nelayan, ataupun masyarakat kecil lainnya.
9. Sunan Gunung Jati (Raden Syarif
Hidayatullah)
Sunan Gunung
Jati banyak menghabiskan sebagian waktunya untuk melakukan Jihad dalam rangka
melawan dan mengusir Portugis dari bumi Indonesia. Hal ini dilakukan dengan
menggabungkan kekuasaan Banten dan Demak sehingga memiliki kekuatan yang
diperhitungkan, pada peperangan pertama, pasukan Islam mengalami kekalahan yang
sangat fatal, namun berikutnya ketika Portugis mendarat kembali di Sunda
Kelapa, pasukan Islam berhasil menumpas perlawanan pasukan Portugis, sehingga
Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta.
B. Peran Walisanga Terhadap Peradaban Indonesia
Dakwah Islam
pada masa awal lebih bertumpu pada usaha para saudagar secara perorangan, namun
ketika mereka telah berhasil masuk ke pemangku kebijakan (kerajaan), dakwah
Islam berkembang sangat pesat.
Dalam bidang
pendidikan, seluruh ulama’ penyebar Islam di Indonesia dan juga para walisanga
menjadikan masjid atau pesantren sebagai pusat dakwahnya.
Dalam bidang
seni arsitektur, pembangunan masjid diutamakan sebagai rumah ibadah sekaligus
pusat kegiatan umat. Banyak masjid yang didirikan oleh para wali yang mengembangkan
gaya arsitektur yang indah dengan sentuhan etnik dan budaya lokal, contohnya,
dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid
Agung Banten, Menara Kudus, dan Masjid Agung Baiturrahman Aceh.
Dalam bidang
seni dan budaya, para wali, ulama, dan mubalig mampu membangun keharmonisan
antara budaya atau tradisi lama dengan ajaran Islam. Kita mengenal di tanah
Jawa kesenian wayang yang berdasar cerita Hindu Ramayana dan Mahabarata sebagai
sarana dakwah para wali dan mubalig.
Bidang
kebudayaan, adat-istiadat yang berkembang di Indonesia banyak terpengaruh oleh
peradaban Islam. Di antaranya adalah ucapan salam kepada setiap kaum muslim
yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintah.
Demikian pula
dalam bidang politik, ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaan,
banyak sekali unsur politik Islam yang berpengaruh dalam sistem politik
pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam.
D. Teladan Spiritual dan Intelektual
Walisanga
memberikan peranan yang sangat besar terhadap perkembangan dan penyebaran Islam
di Indonesia, khususnya di tanah Jawa. Mereka mempunyai kemampuan spiritual dan
juga intelektual yang mumpuni, hal tersebut tercermin dari karya-karya mereka
dalam menciptakan lagu, cerita wayang, dan simbol-simbol agama lain yang
mengandung ajaran-ajaran Islam.
Memahami dan
menghayati biografi, sejarah, perjuangan, dan peranannya dalam mengembangkan
Islam di Indonesia, maka dapat diambil hikmah dan pelajaran untuk dijadikan
teladan.
1. Semangat yang sangat tinggi dalam
mengembangkan ajaran Islam di Indonesia.
2. Sikap keikhlasan para wali yang mewarnai
perjuangannya tanpa pamrih, bahkan berani berkorban demi umat.
3. Sikap keberanian para wali dalam melindungi
dan mempertahankan wilayah Islam dari penjajahan asing.
4. Semangat spiritual para wali tidak pernah
putus, hubungan dekat dengan Allah Swt. sangat menentukan keberhasilan
dakwahnya.
5. Kemampuan para wali dalam melihat situasi
umat, dan cepat menemukan solusi tepat untuk kemajuan dakwah Islam. Pemilihan
metode dakwah yang tepat, kreatif, dan persuasif, yang membuahkan hasil
maksimal.
6. Cara dakwah Sunan Muria dengan mencari
daerah-daerah pedalaman dan desadesa terpencil sangat penting ditiru agar tidak
didahului dakwah umat lain.
7. Sikap solidaritas dan kepedulian sosial
para wali yang tinggi terhadap nasib rakyat untuk membantu dan menyantuninya.
8. Sikap para wali menjalin hubungan dengan
penguasa dan para raja sangat membantu keberhasilan dakwah.
9. Adanya jadwal pembagian wilayah dakwah agar
Islam tersebar merata ke seluruh wilayah Indonesia.
E. Hikmah
Setelah mempelajari materi tentang walisanga
pelajaran yang dapat kita petik adalah :
1. Dalam berdakwah membutuhkan kesabaran dan keihlasan.
2. Memurnikan niat dalam berdakwah
3. Selalu berperilaku sesuai ajaran Islam
karena sebagai uswah umat.
BAB III
KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
A. Kerajaan Islam di Sumatra
1. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam
pertama di Indonesia ini diperkirakan berdiri sekitar awal atau pertengahan
abad ke-13 M. sebagai hasil proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah
disinggahi oleh para pedagang muslim sejak abad ke-7 M, dan seterusnya. Raja
pertamanya adalah Malik Al-Sholeh.
Di dalam
catatan sejarah, pulau Sumatera merupakan awal mula syi’ar agama Islam di
Nusantara. Dari Sumatera inilah Islam mengembangkan sayap dakwahnya ke seluruh
penjuru Tanah Air, sampai akhirnya Islam menjadi agama yang dianut oleh
mayoritas bangsa Indonesia.
2. Kerajaan Aceh Darussalam
Secara
geografis, Kerajaan Aceh berada di Kabupaten Aceh Besar, berdiri abad ke-15 M
merupakan kelanjutan dari kerajaan Lamuri oleh Muzaffar Syah (1465 – 1497 M).
Raja pertamanya adalah Ali Mughayat Syah. Wilayah kekuasaannya dari Pidie
sampai ke Sumatera Timur. Peletak dasar kebesaran Aceh adalah Sultan Alauddin
Riayat Syah yang bergelar Al-Qohar.
Diantara para
sultan yang lain, Sultan Iskandar Muda (1608-1637 M) berhasil membawa kejayaan
kerajaan. Wilayah kekuasaannya meliputi pelabuhan di pesisir timur dan barat
Sumatera dan Aceh, tanah Gayo, Minangkabau. Setelah mangkat digantikan oleh
Sultan Iskandar Tsani yang memiliki sikap lemah lembut, dan adil, pengetahuan
agamanya maju dengan cepat. Sepeninggal beliau dipimpin oleh penguasa yang
lemah sehingga mengalami kemunduran.
B. Kerajaan Islam di Jawa
1. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak
diakui sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan Demak didirikan oleh
Raden Fatah (1500-1518 M). Mulanya, ia adalah seorang adipati di Bintoro,
Demak. Raden Fatah secara terang-terangan memutuskan ikatan dengan Majapahit,
yang kala itu tengah mengalami masa kemunduran. Dan atas prakarsa para wali, Ia
mendirikan kerajaan Islam yang beribu kota Demak, sehingga lebih dikenal dengan
Kerajaan Demak. Kesuksesan Kerajaan Demak lepas dari kekuasan Majapahit yang
sedang mengalami konflik internal kekuasaan. Perang saudara yang dikenal dengan
Perang Paregreg yang sangat memperlemah kekuatan Majapahit.
2. Kerajaan Pajang
Jaka Tingkir,
adalah sultan dan raja pertama Kerajaan Pajang yang merupakan kelanjutan dari
karajaan Demak. Jaka Tingkir bergelar Sultan Hadiwijaya, setelah mangkat
diganti oleh menantunya Arya Panggiri yang juga anak asuhan dari Prawoto. Namun
putera Sultan Hadiwijaya yaitu Pangeran Benawa ingin menguasai dan tidak punya
kemampuan untuk melawan Arya Panggiri, ia meminta bantuan Panembahan Senopati
Penguasa Mataram untuk mengusir Arya Panggiri dan berhasil, dan akhirnya sejak
itulah kerajaan Pajang dibawah kekuasaan Mataram.
3. Kerajaan Mataram Islam
Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeninggalnya, ia digantikan
oleh puteranya Seda Ing Krapyak digantikan oleh puteranya, Sultan Agung
(16131646M). Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kontak bersenjata antara
kerajaan Islam Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M. ia
digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang
saudara dengan Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya,
para ulama pendukung dibantai habis pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu
kemudian diteruskan oleh Raden Kajoran 1677 M dan 1678 M.
Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah pada akhirnya menjadi sebab
runtuhnya kerajaan Islam Mataram. Namun demikian, Kerajaan Islam Mataram banyak
memberikan kontribusi terhadap proses kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan masih eksis sampai sekarang di Daerah Istimewa Yogyakarta di
bawah pimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono.
3. Kerajaan (Kesultanan) Cirebon.
Kesultanan
Cirebon berkuasa pada abad XV hingga abad XVI M. Letak kesultanan Cirebon adalah
di pantai utara pulau Jawa. Secara geografis berbatasan antara Jawa Tengah dan
Jawa Barat dan ini membuat kesultanan Cirebon menjadi “perantara” antara
kebudayaan Jawa dan Sunda. Sehingga, di Cirebon muncul budaya yang khas, yaitu
kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Sunda maupun
kebudayaan Jawa.
5. Kerajaan (Kesultanan) Banten
Pada tahun
1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten
dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke
Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu
pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang),
Sunda Kelapa dan Cimanuk. Putera dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah
dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak
yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak
dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
C. Kerajaan Islam di Kalimantan
Walau Tidak
banyak literatur yang menjelaskan tentang sejarah keberadaan Islam di
Kalimantan namun namun paling tidak bisa memberikan titik terang tentang
keberadaan Kerajaan Daha (Banjar). Pada awal abad XVI, Islam masuk ke
kalimantan Selatan, yaitu di Kerajaan Daha (Banjar) yang waktu itu beragama
Hindu. Berkat bantuan dari Sultan Demak, trenggono (1521-1546 M) Raja Daha dan
rakyatnya memeluk agama Islam, sehingga berdirilah kerajaan Islam Banjar dengan
raja pertamanya yaitu Pangeran Samudera yang bergelar Pangeran Suryanullah atau
Suriansah.
D. Kerajaan Gowa - Tallo
Kultur Kerajaan Gowa - Tallo tidak dapat
dipisahkan dengan Islam. Setelah Kerajaan GowaTallo memeluk Islam, penyebaran
Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan ini adalah kerajaan yang menerapkan
syariah Islam. Karena itu, wajar kalau Gowa ini dikenal sebagai “Serambi
Madinah”. Keberhasilan penyebaran
Islam terjadi setelah memasuki awal Abad XVII dengan kehadiran tiga orang
mubalig yang bergelar datuk dari Minangkabau. Lontara Wajo menyebutkan bahwa ketiga
datuk itu datang pada permulaan Abad XVII dari Koto Tangah, Minangkabau.
E. Kerajaan (Kesultanan) Ternate
Kesultanan Ternate (Kerajaan Gapi) adalah
salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan salah satu kerajaan
Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Di masa
jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan
tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh kepulauan Marshall di
pasifik. Pulau Gapi atau Ternate mulai ramai di awal abad XIII, penduduk
Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera.
F. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara
Perkembangan Islam di Nusa Tenggara dimulai
sejak abad XVI M dikenalkan oleh Sultan Prapen (1605), putra Sunan Giri.
Dimulai dari Lombok kemudian Islam menyebar ke Pejanggik, Parwa, Sokong, Bayan
dan tempat-tempat lainnya hingga seluruh Lombok memeluk agama Islam. Dari
Lombok juga Sunan Prapen menyampaikan dakwahnya hingga ke Sumbawa. Di Lombok
berdiri Kerajaan Selaparang dan di bawah pemerintahan Prabu Rangkeswari,
kerajaan ini mengalami masa keemasan dan kekuasaannya mencapai seluruh Lombok.
Selaparang juga menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan Islam seperti Demak.
Kerajaan Selaparang juga sering dikunjungi para pedagang, sehingga interaksi
masyarakat muslim semakin baik.
G. Peranan Kerajaan terhadap Perkembangan Islam
di Indonesia
Dalam perkembangannya, kerajaan Islam ini
memiliki peran yang sangat besar dalam proses penyebaran agama Islam di tanah
air. Beberapa peran dari kerajaan Islam yang dianggap penting tersebut di
antaranya adalah:
1. Ketika agama Islam dianut oleh Raja atau
Sultan dan juga para pejabat Istana serta para bangsawan dan diikuti seluruh
keluarganya maka diikuti pula lapisan masyarakat secara umum.
2. Kegiatan politik dan ekonomi kerajaan Islam
menjadi sarana dalam melaksanakan dakwah.
3. Dakwah Islam menjadi motivasi dan spirit
dalam mengusir penjajah dari bumi nusantara.
4. Memudahkan transaksi perdagangan dengan
para pedagang dari kawasan Timur Tengah. Pada saat itu, para pedagang dari
Gujarat kerap berkelana hingga ke daerah yang jauh untuk berdagang. Dengan
adanya kerajaan Islam, maka ada kesamaan budaya dari kedua belah pihak sehingga
lebih memudahkan dalam menjalin hubungan.
5. Mengubah budaya upeti yang banyak digunakan
di zaman kerajaan sebelumnya. Hal ini memberikan kemudahan pada rakyat karena
tidak lagi mendapatkan beban membayar upeti kepada penguasa secara berlebihan.
Kalau pun kerajaan memerlukan penggalangan dana lain, maka nilainya menjadi
berbeda karena dalam Islam menyumbang kepada pihak lain merupakan tindakan
mulia dan hanya Allah yang akan membalas dengan cara yang tidak pernah
diketahui bahkan tak pernah dibayangkan oleh orang yang memberi sumbangan
tersebut. Upaya memakmurkan rakyat menjadi tujuan kerajaan Islam yang lebih
mudah diwujudkan. Tentu saja berbeda dengan sistem kerajaan sebelumnya di mana
rakyat menjadi pengabdi kepada kerajaan dan kerajaan tidak secara otomatis
mencari upaya untuk mensejahterakan rakyatnya.
6. Setelah Agama Islam menjadi agama resmi
kerajaan maka perubahan-perubahan tampak dalam sendi-sendi kehidupan kerajaan,
bisa di lihat dari aspek sosial politik dan budaya
7. Menciptakan tata kehidupan baru yang lebih
sesuai dengan apa yang ada pada ajaran Islam. Islam sebagai agama yang baru
dengan mudah diterima karena tata nilai dan sistem di dalamnya terasa lebih
adil. Masing-masing individu memiliki kesempatan yang sama untuk menempati
derajat yang tinggi di mata Allah Swt. tanpa membedakan latar belakang budaya,
suku dan keturunan. Demikian pula dalam tata pergaulan sehari-hari, hubungan
antar individu menjadi lebih baik, sopan santun dianggap sebagai akhlak yang
mulia, sehingga setiap individu memiliki keinginan untuk meraihnya.
8. Dalam bidang keamanan, kerajaan Islam
memiliki kewajiban untuk menciptakan kedamaian kepada seluruh rakyat, sehingga
dalam melakukan kegiatan sehari-hari tidak akan terganggu dengan ancaman
keselamatan.
H. Hikmah Pembelajaran
1. Kita dapat meneladani kegigihan para
penyebar Islam di Indonesia dalam menyebarkan Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin.
2. Kita dapat meneladani model kepemimpinan
para raja pada masa dahulu.
3. Memperluas khazanah keilmuan kita dalam
memahami sejarah awal berdirinya kerajaan Islam di Indonesia.
4. Kita dapat mengetahui berbagai macam
keberagaman kebudayaan Islam yang ada di Indonesia.
5. Sebagai generasi muslim hendaknya kita
terus melestarikan budaya-budaya baik yang ada di Indonesia dan berhubungan
dengan Islam.