Syarah-syarah kitab Alfiyah Ibnu Malik

 

    Perlu diketahui Syarh, Syarah, atau Syarhu adalah istilah dalam literatur Islam, digunakan secara umum sebagai bagian dari judul buku. Secara harfiah artinya "penjelasan", umumnya nama ini digunakan dalam buku-buku komentar, penjelasan dan penjabaran dari kitab asal non-Alquran, yaitu kitab-kitab Hadis atau kitab karangan ulama. Sedangkan kitab Syarh untuk Al-Qur'an disebut Kitab Tafsir. Jadi syarah yang dimaksud disini adalah penjelasan dari berbagai ulama tentang kitab Alfiyah Ibnu Malik ini.

    Kitab Alfiyah yang telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa di dunia ini, memiliki posisi yang penting dalam perkembangan Ilmu Nahwu. Berkat kitab ini dan kitab aslinya, nama Ibn Malik menjadi sangat populer, dan pendapatnya banyak dikutip oleh para ulama, termasuk ulama yang mengembangkan ilmu di Timur. Al-Radli, seorang cendekiawan besar ketika menyusun Syarah Al-Kafiyah karya Ibn Hajib, banyaklah mengutip dan mempopulerkan pendapat Ibn Malik. Bisa dikatakan perkembangan ilmu nahwu setelah runtuhnya beberapa akademisi Abbasiyah di Baghdad, para pelajar banyak mengikuti pemikiran Ibnu Malik

    Kitab Alfiyah ini banyak di syarah oleh para ulama. Dalam kitab Kasyf al-Zhunun, Haji Khalifah mengatakan bahwa para ulama penulis Syarah Alfiyah berjumlah lebih dari empat puluh orang. Mereka ada yang menulis dengan panjang lebar, ada yang menulis dengan singkat (mukhtashar), dan ada pula ulama yang tulisannya belum selesai. Ada juga yang memberikan catatan pinggir (hasyiyah) terhadap kitab-kitab syarah Alfiyah.

Di antara syarah-syarah kitab Alfiyah adalah :

1. Syarah Alfiyah dengan nama kitab Durratul Mudhi`ah yang ditulis oleh putera Ibn Malik sendiri, Muhammad Badruddin (w.686 H). 

Ini adalah syarah Alfiyah yang pertama sekali di tulis. Syarah ini banyak mengkritik pemikiran nahwiyah yang diuraikan oleh ayahnya, seperti kritik tentang uraian maf‟ul mutlaq, tanazu‟ dan sifat mutasyabihat. Kritikannya itu aneh tapi putera ini yakin bahwa tulisan ayahnya perlu ditata ulang. Atas dasar itu, Badruddin mengarang bait Alfiyah tandingan dan mengambil syahid dari ayat al-Qur‟an. Disitu tampak rasional juga, tetapi hampir semua ilmuan tahu bahwa tidak semua teks al-Qur‟an bisa disesuaikan dengan teori-teori nahwiyah yang sudah dianggap baku oleh ulama. Karena itu, penulis-penulis Syarah Alfiyah yang muncul berikutnya, seperti Ibn Hisyam, Ibn Aqil, dan Al-Asymuni, banyak meralat alur pemikiran putra Ibnu Malik tadi.

2. Al-Muradi (w. 749 H) beliau adalah murid Ibnu Hayyan. Beliau menulis dua kitab syarah untuk kitab Tashil al-Fawaid dan Nadzam Alfiyah, keduanya karya Ibn Malik. Meskipun syarah ini tidak populer di Indonseia, tetapi pendapat-pendapatnya banyak dikutip oleh ulama lain. Antara lain Al-Damaminy (w. 827 H) seorang sastrawan besar ketika menulis syarah Tashil al-Fawaid menjadikan karya Al-Muradi itu sebagai kitab rujukan. Begitu pula Al-Asymuni ketika menyusun Syarah Alfiyah dan Ibn Hisyam ketika menyusun Al-Mughni banyak mengutip pemikiran al-Muradi yang muridnya Abu Hayyan itu.

3. Ibnu Hisyam (w.761 H) adalah ahli nahwu besar yang karya-karyanya antara lain Syarah Alfiyah yang bernama Audlah al-Masalik yang terkenal dengan sebutan Audlah. Dalam kitab ini ia banyak menyempurnakan definisi suatu istilah yang konsepnya telah disusun oleh Ibn Malik. Tentu saja, ia tidak hanya terpaku oleh Mazhab Andalusia, tetapi juga mengutip Mazhab Kufah, Bashrah dan semacamnya.

4. Ibnu Aqil (w. 769 H) adalah ulama kelahiran Aleppo dan pernah menjabat sebagai penghulu besar di Mesir. Karya tulisnya Syarah Alfiyah ini sangat sederhana dan mudah dicerna oleh orang-orang pemula yang ingin mempelajari Alfiyah Ibnu Malik . Ia mampu menguraikan bait-bait Alfiyah secara metodologis, sehingga terungkaplah apa yang dimaksudkan oleh Ibn Malik pada umumnya. Syarah Alfiyah Ibnu Aqil paling banyak beredar dan di pelajari oleh kaum santri di Indonesia. Terhadap syarah ini, ulama berikutnya tampil untuk menulis hasyiyahnya. Antara lain Hasyiyah Ibn al-Mayyit, Hasyiyah Athiyah al-Ajhuri, Hasyiyah al-Syuja‟i, dan Hasyiyah Al-Khudlariy.

5. Al-Asymuni (w. 929 H) bernama Manhaj Salik ila Alfiyah Ibn Malik Syarah ini sangat kaya akan informasi, dan sumber kutipannya sangat bervariasi. Syarah ini dapat dinilai sebagai kitab nahwu yang paling sempurna, karena memasukkan berbagai pendapat mazhab dengan argumentasinya masing-masing. Dalam syarah ini, pendapat para penulis Syarah Alfiyah sebelumnya banyak dikutip dan dianalisa. Antara lain mengulas pendapat Putra Ibn Malik, Al-Muradi, Ibn Aqil, Al-Sayuthi, dan Ibn Hisyam, bahkan dikutip pula komentar Ibnu Malik sendiri yang dituangkan dalam Syarah Al-Kafiyah , tetapi tidak dicantumkan dalam Alfiyah . Semua kutipan-kutipan itu diletakkan pada posisi yang tepat dan disajikan secara sistematis, sehingga para pembaca mudah menyelusuri suatu pendapat dari sumber aslinya.

6. Asy-Syathibi (w. 790 H) dengan kitabnya Maqashid asy-Syafiyah fi Syarh Khulasah Syafiyah. Adalah salah satu syarah kitab Alfiyah yang paling besar (6 jilid).

7. Ibnu Hayyan (w. 745 H). Dengan kitabnya Manhaj as-Salik fi al-Kalam „ala Alfiyah Ibnu Malik. Beliau satu masa dengan Ibnu Malik tetapi tidak sempat berguru dengannya. Beliau berguru dengan murid-murid Ibnu Malik.

8. Al-Makudi (w. 780 H). Beliau mensyarah Alfiyah dua kali, kecil dan besar. Saat ini yang dicetak adalah yang kecil yang di beri hasyiah oleh Ibnu Hamidun

9. Imam Sayuthi, Bahjatul Wardiyah

10. Ibnu Thulun

11. Syarah Al-Harawi

12. Syarah Ibnu Jazry. Dll.

Selain itu ada juga para ulama yang menuliskan i‟rab dari nadham alfiyah, seperti kitab Tamrin Thulab karangan Syeik Khalid Azhari (w.905).

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url